Senin, 02 Januari 2012

Pengantar Landasan Pendidikan

Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda. Mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang  diterima di sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah, ditentukan oleh landasan dan kurikulum sekolah itu. Jadi barangsiapa yang memegang landasan yang benar dan menerjemahkan dalam kurikulum akan memegang nasib bangsa dan negara. Berikut saya uraikan landasan-landasan pendidikan.
a.      Yuridis
Landasan yuridis memberikan lampu hijau penyelenggaraan lembaga pendidikan di sebuah negara. Di Indonesia UU RI No.20 tahun 2003 tentang sisdiknas: “Setiap warga negara yang berusia 7 s.d. 15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar” (pasal 6)
“Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikutip rogram wajib belajar” (pasal 34) menjadi dasar penerimaan siswa baru di SD.
UU No.2 tahun 1989 tentang Sisdiknas pasal 39 menyatakan: “Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarga-negaraan.
Dan masih banyak sumber UU negara Indonesia yang dijadikan dasar yuridis penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
b.   Historis
“Jas Merah” Jangan lupakan sejarah (Bung Karno). Kita tidak bisa melupakan sejarah pendidikan di Indonesia agar tidak melupakan jati diri kita sebagai warga negara dan menghargai jasa pendahulu kita.
Ada tiga tokoh pendidikan yang mewarnai pendidikan di negara ini. Mohamad Syafei yang mendirikan Sekolah Indonesisch Nedrlands School / Kayutanan di Sumatra Barat (1926) yang memiliki konsep; mendidik anak-ana agar dapat berdiri sendiri atas usaha sendiri dengan jiwa yang merdeka karena sekolah Hindia Belanda hanya menyiapkan anak-anak menjadi pegawai mereka saja.
Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogjakarta (1922) melahirkan falsafah “Tut Wuri Handayani” 'Tut Wuri Handayani' (mengikuti sambil mempengaruhi) Mengikuti, namun maknanya ialah mengikuti perkembangan  sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih &  tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai & memaksa,  & makna Handayani ialah mempengaruhi dlm arti merangsang, memupuk, membimbing, memberi teladan agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi".
K. H. Ahmad Dahlan mendirikan Oganisasi Islam (1912) di Yogjakarta ingin mewujudkan orang muslim yang berakhlak mulia cakap, percaya kepada diri sendiri, berguna masyarakat & negara.
c.  Filosofis
Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada dasarnya. Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam-dalamnya, yakni sampai akarnya tentang hakikat sesuatu.
Filsafat pendidikan terdiri dari filsafat tradisionalis yaitu esensialis, parenialis, dan filsafat tradisionalis yaitu progresivis, eksistensialis, dan rekontuksionis.  
Parenialis menghendaki agar pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, karena ia telah merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang telah ditentukan secara rasional.
Essentialis menghendaki pendidikan yang berpendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilisasi dan yang telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada dalam gudang di luar ke dalam jiwa peserta didik, sehingga perlu dilatih agar mempunyai kemampuan absorbi (penerapan) yang tinggi.
Progressivism menghenadi pendidikan yang pada hakikatnya progresif, tujuan pendidikan hendaknya diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus, agar peserta didik dapat berbuat sesuatu yang intelligent dan mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai dengan tuntuan dari lingkungan.
Reconstructionsm menghendaki agar peserta didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik tetap berada dalam suasana aman dan bebas.
Existentialism menghendaki agar pendidikan selalu melibatkan peserta didik dalam mencari pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing dan menemukan jati dirinya, karena masing-asing individu adalah makhluk yang unik dan bertanggung jawab atas diri dan nasibnya sendiri.

d. Psikologis
Mengetahui landasan psikologis dalam penerapan dengan pendidikan sangatlah urgent. Dengan mengetahui psikologis pendidikan (Psikologi perkembangan, psikologi belajar, dan psikologi social) maka pemberian porsi materi serta pendekatan yang digunakan dalam kegiatan kependidikan akan pas sesuai dengan tingkat perkembangannya.
e.  Sosiologis
Menurut Ibnu Taimiyyah "anak terlahir dalam keadaan fitrah"; dalam suatu keadaan kebajikan bawaan & lingkungan sosial itulah yang mempengaruhi tingkah laku manusia.
Pada tingkat dan skala mikro pendidikan merupakan gejala sosial yang mengandalkan interaksi manusia sebagai sesama (subyek) yang masing-masing bernilai setara.
f.  Antropologis
Antropologi pendidikan mencoba mengungkapkan proses-proses transmisi budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi.
G.D. Spindler berpendirian bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan sosial budayanya.
g.   Ekonomi
Pada zaman pasca modern atau globalisasi sekarang ini, yang sebagian besar manusianya cenderung mengutamakan kesejahteraan materi dibanding kesejahteraan rohani, membuat ekonomi mendapat perhatian yang sangat besar.
Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapatkan keuntungan.
Perkembangan lain yang menggembirakan di bidang pendidikan adalah terlaksananya sistem ganda dalam pendidikan. Sistem ini bisa berlangsung pada sejumlah lembaga pendidikan, yaitu kerjasama antara sekolah dengan pihak usahawan dalam proses belajar mengajar para siswa.
h. Religi
Manusia terdiri dari tiga komponen; “Jasmani, Rohani dan Akal”. Ketiga komponen tersebut akhirnya akan kembali kepada sang khaliq untuk mempertanggungjawabkan kinerja ketiga komponen itu. Manusia diutus ke dunia sebagai khalifah.
Selain dibekali jasmani, rohani, dan akal, manusia juga dibekali oleh ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat qauliyah. Ayat kauniyah berupa gejala-gejala alam yang perlu direnungkan oleh manusia dengan menggunakan rohani dan akalnya. Sedangnya ayat-ayat qauliyah berupa kitab Al-Qur’an dan Hadits. Landasan pendidikan religi ini berkiblat kepada Al-Qur’an dan Sunah.

Hakikat Berbangsa dan Bernegara


Bangsa menurut Ernest Renan(Perancis) adalah sekelompok manusia yang berada dalam suatu ikatan bathin yang dipersatukan karena memiliki persamaan sejarah dan cita-cita yang sama walaupun didalam suatu kelompok manusia terdapat berbagai suku,ras,budaya,bahasa,adat istiadat dan sebagainya. Sedangkan istilah Negara merupakan terjemahan dari de staat(Belanda),the state(Inggris). Definisi Negara menurut M.Solly Lubis,S.H. adalah suatu bentuk pergaulan manusia atau suatu komunitas. Negara itu mempunyai syarat-syarat tertentu,yaitu mempunyai daerah tertentu,rakyat tertentu,dan mempunyai pemerintahan.
v  Apa itu Bangsa?
Bangsa (politis)
 Adalah kumpulan masyarakat yang membentuk suatu negara karena dipersatukan oleh cita-cita yang sama.
Rakyat (sosiologis)
Kelompok paguyuban yang secara kodrati ditakdirkan untuk hidup bersama dalam suatu negara karena persamaan nasib ( senasib sepenanggungan).
Ø Hakikat Bangsa
  • Bangsa dalam arti sosiologis antropologis => Bangsa dalam arti sosiologis antropologis adalah persekutuan hidup maysarakat yang berdiri sendiri yang maisng-masing anggota persekutuan hidup tersebut merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, dan adat istiadat.
  • Bangsa dalam arti politis => Bangsa dalam pengertian politik adalah suatu masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk pada kekuasaan dari negara yang bersangkutan.
  • Cultural Unity dan Political Unity => Cultural unity adalah bangsa dalam pengertian antropologi/sosiologi, sedangkan political unity adlaah bangsa dalam pengertian politik kenegaraan persekutuan hidup berdiri sendiri yang merasa satu kesatuan dalam hal ras, religi, bahasa, sejarah, dan adat istiadat.
v  Apa itu Negara?
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Ø Hakikat Negara
Prof. Mr. L.J. Van Apeldoom dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Richi” (Pengantar Ilmu Hukum Belanda) bahwa :
  • Istilah negara dipakai dalam arti “penguasa”, untuk menyatakan orang atau orang – orang yang melakukan kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat yang bertempat tinggal dalam suatu daerah
  • Istilah negara kita dapati juga dalam arti “persekutuan rakyat”, yakni untuk menyatakan sesuatu bangsa yang hidup dalam suatu daerah, di bawah kekuasaan yang tertinggi, menurut kaidah-kaidah hukum yang sama
  • Negara mengandung arti “Sesuatu wilayah tertentu” dalam hal ini istilah negara dipakai untuk menyatakan sesuatu daerah didalamnya diam sesuatu bangsa di bawah kekuasaan tertinggi
  • Negara terdapat juga dalam arti “kas negara atau fiscus”, jadi untuk menyatakan harta yang dipegang oleh penguasa guna kepentingan umum, misalnya dalam arti “domein negara’, pendapat negara dan lain – lain.
2.    Identitas Nasional Indonesia
Selama ini masyarakat Indonesia masih bingung dengan identitas bangsanya. Agar dapat memahaminya, pertama-tama harus dipahami terlebih dulu arti Identitas Nasional Indonesia. Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional berasal dari kata nasion yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi, yang dimaksud dengan Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Uraiannya mencakup :1.identitas manusia Manusia merupakan makhluk yang multidimensional, paradoksal dan monopluralistik. Keadaan manusia yang multidimensional, paradoksal dan sekaligus monopluralistik tersebut akan mempengaruhi eksistensinya. 2.identitas nasionalIdentitas nasional Indonesia bersifat pluralistik (ada keanekaragaman) baik menyangkut sosiokultural atau religiositas. - Identitas fundamental/ ideal = Pancasila yang merupakan falsafah bangsa.- Identitas instrumental = identitas sebagai alat untuk menciptakan Indonesia yang dicita-citakan. Alatnya berupa UUD 1945, lambang negara, bahasa Indonesia, dan lagu kebangsaan.- Identitas religiusitas = Indonesia pluralistik dalam agama dan kepercayaan.- Identitas sosiokultural = Indonesia pluralistik dalam suku dan budaya.- Identitas alamiah = Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.3.Nasionalisme IndonesiaNasionalime merupakan situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa. Nasionalisme sangat efektif sebagai alat merebut kemerdekaan dari colonial. .4. Integratis NasionalMenurut Mahfud M.D integrai nasional adalah pernyataan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masayarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih untuh , secara sederhana memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.  





Aspek Ibadah Dalam Islam

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa agama adalah suatu sistem keyakinan manusia terhadap Zat yang dianggap Tuhan. Keyakinan manusia terhadap Zat  yang dianggapTuhannya, apapun atau siapapun dia, merupakan hak azasi yang tidak bisa dicampuri oleh orang lain. Untuk mencapai hubungan dengan zat yang dianggap Tuhan itu, manusia melakukan persembahan sebagai manifestasi dari sistem keyakinan yang dianutnya. Persembahan itulah yang kemudian hari berkembang menjadi sistem peribadatan, yang lazim disebut Sistem Ritual. Ritualisme dalam suatu agama bersifat sakral, yaitu sejenis ibadah yang telah ditentukan syarat dan rukunnya, khususnya dalam Islam telah ditetapkan Allah dan dicontohkan oleh Rasul Allah. Durkheim salah seorang sosiolog menyebutkan adanya dua sistem kekuatan yang mendukung eksistensi suatu agama, yakni sesuatu yang sacre (sakral bersifat ukhrowiyah ) dan sesuatu yang profan (bersifat duniawiyah). Ibadah ritual adalah jenis ibadah yang sakral, dan tidak membutuhkan ikut campur pikiran manusia secara mendalam. Sedang ibadah sosial dan seremonial adalah contoh jenis ibadah yang bersifat profan, berkaitan dengan kehidupan duniawiyah.
Secara filosofis, sistem keyakinan mengalami proses evolusi, seperti digambarkan oleh August Comte dalam teori positivismenya. Pada masyarakat primitif yang cenderung berfikir positif kongkrit, persembahan dilakukan terhadap benda-benda keramat yang dianggap mempunyai kekuatan (“mana”). Persembahan terhadap benda-benda materi yang dianggap zat Tuhan melahirkan faham materialisme.  Perkembangan pemikiran manusia secara evolusi pada akhirnya mengantarkan lahirnya faham Idealisme dan Spiritualisme, ketika manusia mulai menyadari bahwa hakikat Zat Tuhan yang layak disembah adalah sesuatu yang ideal dan bersifat spiritual. Tuhan yang ideal itu tentulah bukan benda materi yang bisa hancur bersama hancurnya alam. Tuhan yang ideal adalah Zat yang mempunyai gagasan (ide) sebagai sumber aspirasi bagi ummatnya, serta memberikan semangat (spirit) kepada para penganutnya. Dia berada jauh diluar alam karena bersifat transenden, sehingga Tuhan  yang Ideal dan bersifat Spiritual itu tidak akan ikut hancur bersama hancurnya alam semesta. 

Shalat Ibadah Ritual
Sebagai jenis ibadah yang bersifat ritual, pelaksanaan shalat tidak banyak membutuhkan ikut campur pikiran manusia. Allah telah menentukan batasan waktu secara global, dan Rasulullah telah menafsirkan waktu-waktu shalat itu sesuai dengan ketetapan Allah.
أقم الصلا ة لد لوك الشمس الى غسق الليل وقر أ ن الفجر ان قرا ن الفجر كا ن مشهود ا
ان الصلا ة كا نت للمؤ منين كتا با مو قو تا
Kalaupun ada ikut campur manusia, mungkin dalam aspek sosial dan seremonial, menyangkut jenis pakaian, cara menentukan waktu, menentukan lokasi tempat sujud, dll. Manusia boleh berfikir variatif dan inovatif sesuai situasi dan kondisi masyarakat di mana mereka hidup. Masyarakat bangsa Arab yang kebetulan menganut tradisi berpakaian jubah, mereka melakukan shalat mengenakan jubah;  orang-orang muslim di Amerika yang biasa berjas dan berdasi, mereka shalat memakai jas dan dasi; sedangkan orang Indonesia yang biasa pakai sarung, shalat mengenakan sarung, dst. Pakaian adalah aspek sosial yang bisa diterjemahkan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat sekitar. Untuk menentukan waktu Shalat Dhuhur dan Ashar misalnya manusia bisa menggunakan alat yang tersedia, sesuai kemampuan akal masing-masing.
Pada masyarakat Indonesia, dulu menentukan waktu Dhuhur atau Ashar dengan melihat panjang bayang-bayang suatu benda, apakah sudah bergeser atau belum, sudah melebihi panjang bendanya atau belum. Itu sebabnya di beberapa masjid masa lalu, terdapat semacam tugu di halaman masjid, untuk mengukur panjang bayang-bayang. Perkembangan pemikiran manusia dengan ilmu pengetahuannya, menuntun masyarakat menggunakan hisab berdasarkan ilmu falaq, sehingga waktu shalat bisa diprediksi melalui jadual untuk satu tahun atau bahkan jadual abadi. Penggunaan alat untuk mengukur dan menentukan waktu shalat adalah aspek sosial, bisa diterjemahkan sesuai kemampuan masyarakat. Begitu pula saat menetapkan lokasi atau tempat di mana sebuah masjid harus dibangun, dari mana biayanya, bagaimana bentuknya, siapa panitianya, adalah aspek sosial yang bisa diterjemahkan sesuai dengan situsi dan kondisi masyarakat. Tetapi substansi shalat sebagai bentuk ritualisme ibadah dalam Islam yang bersifat sakral, sama sekali tidak membutuhkan pemikiran manusia bagaimanapun canggihnya.
Rasulullah telah memberikan contoh kongkrit bagaimana cara shalat yang harus dilakukan, sesuai shalat Nabi bersama para sahabat, sehingga beliau bersabda : ( صلوا كما رأ يتمو نى أ صلى  -  Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat); ada syarat dan ada rukunnya. Salah satunya harus membaca surat Al- Fatihah dan ayat Al- Qur’an. Tidak sah shalat tanpa membaca Al- Fatihah dan ayat Al- Qur’an. Surat Al-Fatihah dan ayat Al- Qur’an adalah firman Allah swt, yang bunyi teksnya sudah biasa kita baca dalam shalat lima waktu.
Terjemahan, hasil buah fikir manusia, jelas bukan firman Allah; karena itu kalimat serta makna yang terkandung di dalamnya belum tentu tepat sesuai dengan yang dimaksud oleh ayat. Dengan demikian, terjemahan tidak perlu dilakukan dalam shalat, tetapi bisa dilakukan untuk ibadah di luar shalat. Kekhusyukan shalat juga sama sekali tidak ditentukan oleh adanya terjemahan dalam shalat, justru mungkin sebaliknya mengaburkan sekian banyak makna ayat-ayat Al- Qur’an, yang hakikatnya hanya Allah yang mengetahui maksudnya. Secara tehnis shalat dengan terjemahan juga akan mempersulit orang yang shalat, ketika ayat-ayat yang dibaca harus difahami dulu terjemahnya. Lalu orang harus mengejar bisa terjemah dulu baru kemudian shalat, atau shalat saja dulu sesuai yang diajarkan Nabi, baru kemudian kita belajar memahami makna yang terkandung di dalamnya di luar shalat. Memahami makna kandungan ayat Al- Qur’an, memang bisa mendukung khusyuknya shalat, tetapi bukan diucapkan secara dhohir mengiringi bacaan ayat, melainkan diresapi dalam hati serta dihayati dalam jiwa sanubari.

Aspek Sosial
  Ibadah sosial adalah jenis kegiatan manusia dalam interaksinya dengan sesama berdasarkan perintah Allah dan Rasul Nya. Berbakti kepada orang tua, bagaimana caranya, kapan waktunya dan di mana tempatnya, adalah aspek sosial yang bisa diterjemahkan sesuai dengan tradisi dalam suatu masyarakat. Hidup berkeluarga, berrumah tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bisa menjadi lahan ibadah yang bersifat sosial, sepanjang diniati semata-mata karena menuntut ridlo Allah. Bagaimana cara membangun rumah tangga, bagaimana cara bermasyarakat, dan bagaimana cara hidup berpolitik, berbangsa dan bernegara, bisa dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya. Antum a’lamu bi-umuuri dunyaakum, begitu kira-kira pesan Rasul Allah berkait dengan ibadah sosial (Kamu lebih mengerti tentang urusan duniamu). Ada kemungkinan tradisi zaman Nabi belum tentu sama dengan tradisi sosial yang berkembang pada zaman kita sekarang ini. Berkembangnya partai politik, banyaknya golongan dan madzhab adalah masalah sosial yang tidak terikat syarat dan rukun. Tidak ada ketentuan seseorang muslim harus mengikuti partai tertentu, golongan atau madzhab tertentu, apalagi dihukumi wajib misalnya. Benar, bahwa mayoritas ummat Islam di Indonesia bermazhab Syafi’i, yang kebanyakan menjadi anggota Nahdlatul Ulama, tetapi bukan berarti ummat Islam yang bermazhab lain dianggap bukan ummat Nabi. Hambali, Hanafi, Maliki seperti juga Syafi’i adalah Imam besar pada zamannya yang harus kita hormati dan kita hargai hasil ijtihadnya dalam bidang fiqih syari’ah. Sebab itu secara sosial ummat Islam berpeluang untuk mengikuti pemikiran atau faham para ulama tersebut, tanpa harus fanatis hanya mengakui satu imam, dengan mendeskreditkan imam yang lain.
Berorganisasi, termasuk aspek sosial yang bisa diterjemahkan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, kalau niatnya baik untuk mengembangkan syi’ar dan dakwah Islam bisa disebut ibadah sosial, tetapi tidak sakral. Nabi Muhammad sendiri dalam sejarah hidupnya sama sekali tidak pernah mengenal organisasi NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, Al-Washliyah atau sebangsanya. Bahkan Nabi Muhammad dan para sahabat juga tidak pernah menganut madzhab Syafi’i, Maliki, Hambali atau Hanafi. Oleh karena itu ummat Islam di manapun adanya terbuka kesempatan untuk mengikuti organisasi apa dan menganut madzhab yang mana, tergantung pada niat dan seleranya masing-masing. Ada orang Islam yang mungkin berfikiran lebih baik menerima semua madzhab sebagai rujukan hidupnya dalam beragama, itu sah-sah saja; karena tidak ada yang sakral dalam konteks ini. Ibadah Haji misalnya dengan syarat dan rukunnya adalah ibadah ritual yang sakral, tetapi bagaimana cara kita berangkat menunaikan ibadah haji, berapa ongkosnya, siapa panitianya itu adalah aspek sosial yang bisa dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya. Berpuasa pada bulan suci Ramadlan itu termasuk ritual yang sakral, tetapi makanan apa yang bisa di makan untuk berbuka, sahur dll. adalah aspek sosial.

Aspek Seremonial
    Selain banyak aspek ritual dan aspek sosial dalam kehidupan beragama, masyarakat juga banyak melakukan ibadah yang bersifat seremonial. Upacara-upacara peringatan maulid Nabi, Isra Mi’raj,          Halal bi Halal, Nuzul Al- Qur’an dan peringatan-peringatan hari besar Islam lainnya, Majlis Ta’lim, syukuran, slametan, walimatul khitan, walimatun nikah, dan semua upacara resmi secara Islami adalah bentuk ibadah seremonial. Ada nilai ibadahnya, karena mengingatkan kita pada ajaran agama, pesan-pesan dakwah Rasulullah, serta bermanfaat bagi pengembangan syi’ar dan dakwah Islam. Tetapi pada pelaksanaannya, ummat Islam bisa menterjemahkan aktifitas seremonial itu sesuai dengan tradisi yang berkembang dalam masyarakat itu sendiri. Dalam konteks inilah, kegiatan dakwah, ceramah, mauidhah hasanah dan uswatun hasanah Nabi Muhammad disesuaikan dengan bahasa kaumnya (bilisaani qaumihi). Dalam ibadah yang bersifat seremonial, tidak ada syarat dan rukun yang ditentukan oleh Allah dan Rasul Nya. Masyarakat terbuka untuk menterjemahkan upacara-upacara ibadah yang bersifat seremonial sesuai dengan tradisi yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Benar, Nabi Muhammad tidak pernah mengadakan upacara peringatan hari besar Islam, tetapi bukan berarti salah kalau ada ummat Islam yang memperingatinya, sepanjang untuk mendukung dakwah dan syi’ar Islam. Bagaimana caranya silahkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Siapa yang menjadi panitianya, siapa yang memberikan sambutan dan acara-acara apa yang hendak ditampilkan, tidak perlu mencontoh Nabi, karena Nabi sendiri tidak pernah melakukannya, seperti yang kita lakukan sekarang. Tetapi tidak ada larangan untuk kita lakukan. Penyelenggaraan upacara seremonial itu bisa bernilai ibadah, jika di dalamnya ada niat karena Allah, dilaksanakan sesuai dengan norma dan nilai ajaran agama, serta bermanfaat bagi masyarakat.     Jika toleransi hendak diwujudkan antar ummat beragama dalam kehidupan bermasyarakat, maka kebersamaan bisa dilakukan menyangkut aspek sosial dan seremonial, bukan dalam aspek ritual yang sakral.
Kesimpulan
    Perspektif Sosiologi Antropologi, bisa dijadikan pedoman dalam hidup bermasyarakat dan beragama antara lain karena :
•    Agama benar-benar berfungsi sebagai media integrasi di tengah kemajemukan masyarakat serta pluralisme faham, golongan, sekte dan madzhab.
•    Hakikat agama sebagai Way of Life (Jalan Hidup) menuju keselamatan dan kebahagiaan, memberikan peluang terbuka kepada masyarakat untuk  berbeda ketika memilih jalan mana yang hendak dilalui, kendaraan apa yang hendak dinaiki.
•    Kalaupun ada konflik, karena perbedaan faham, perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang, pada dasarnya bisa dipertemukan secara fungsional untuk bisa saling mengisi dan melengkapi.
•    Agama sebagai Sistem Budaya mengandung kekayaan spiritual yang bersifat ideologis, ritual dan sakral; karena di dalamnya terdapat seperangkat pengetahuan, keyakinan, norma dan nilai-nilai sosial budaya sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat (sistem sosial), dalam penampilan (sistem kepribadian) dan dalam tindakan sehari-hari (sistem perilaku).

Present Tense

Dalam bahasa Inggris Present Tense atau Simple Present Tense digunakan untuk menyatakan peristiwa atau kejadian, kegiatan, aktivitas dan sebagainya yang terjadi saat ini. Present Tense juga digunakan untuk menyatakan suatu Fakta, atau sesuatu yang tejadi berulang-ulang dimasa KINI. Ingat, PRESENT artinya adalah kini, sekarang.
Rumusnya:
Positif: S + V1 (s/es)
Negatif: S + DO/DOES + NOT + V1
Tanya: DO/DOES + S + V1
Contoh Kalimat Positif:
I drink coffee
She drinks coffe
We drink coffee
Ya, sengaja pelajaran Tense bahasa inggris ini dibuat simple saja agar cepat faham. Anda perlu mengembangkannya sendiri misalnya dengan membuat 100 contoh sendiri. Pasti Anda perlu kamus juga, karena belajar tenses lalu mentok dengan suatu kata kerja maka biasanya tidak jadi, hehe..
Cara Membaca Rumus:
S artinya Subject, V1 artinya Verb1 atau kata kerja bentuk pertama. Garis miring artinya ya Atau dong!.
Kapan pakai S atau ES dan kapan tidak?
Kalau Subjectnya He, She, It, John, Mufli, Ellen atau Orang ketiga TUNGGAL maka kata kerjanya tambah S atau ES. Tidak sembarang tambah S atau ES juga nih, ada daftarnya. Daftarnya itu bayak sekali, mustahal saya tulis disini, cape dehh nulisnya, Anda musti beli buku Grammar juga. Belajar bahasa Inggris perlu modal, hehe..
Di atas tadi ada istilah Orang Ketiga Tunggal, maksudnya gini: Orang ketiga adalah orang yang kita bicarakan, yang kita omongin. Sedangkan orang pertama ya yang bicara. Orang kedua lawan bicara. Tunggal ya satu. Jadi orang ketiga tunggal adalah orang yang kita bicarakan dan satu saja dia itu. Misalnya kita berdua ngomongin John Scoping. Yang ngomong saya, yang dengar Anda, yang dibicarakan John Scoping (orang ketiga tunggal). Faham ya?
John Scoping belajar Tenses.
John Scoping learnS english.
Tidak bisa LearnES, mengapa? ya memang begitu!. Tetapi yang ini malah tambah ES:
John Scoping goES to School (tambah ES).

Kalimat Negatif Present Tense

Bentuk Negatif, artinya menyatakan TIDAK. Maka sesuai rumus Present Tense, setelah SUBJECT ditambah DO atau DOES, baru NOT, lalu tambah kata kerja bentuk pertama tanpa S atau ES lagi. S atau ES nya dimana? Sudah di doES tadi.
Untuk I, WE, YOU, THEY tambah DO
Untuk SHE, HE, IT, Mufli, Ellen tambah DOES
I do not drink coffee.
She does not drink coffee.
John Scoping does not learn english.
Coba perhatikan She does not drink coffee. Drink nya tidak pake S lagi, pindah ke doES. Biasakan saja, Present Simple Tense ini sepertinya rumit tetapi kalau faham maka enak banget. Ulangi saja baca dari atas 10 kali lagi, biar meresap benar, hehe.. Bikin juga 10 contoh Anda sendiri dengan kata kerja yang berbeda. Yes, belajar bahasa Inggris tak boleh manja, harus aktif, baru akan bisa.

Kalimat Tanya Present Tense

Kalimat tanya untuk Present Tense sesuai rumus diatas, atau saya tulis lagi seperti ini:
Tanya: DO/DOES + S + V1
Sama saja pasangannya. Untuk I, WE, YOU, THEY gunakan DO. Untuk SHE, HE, IT, Mufli, Ellen gunakan DOES. Contohnya begini:
Kalimat positifnya: I drink coffee
Kalimat tanya menjadi: DO you drink cofee?
Kalimat positif: She drinks coffe
Kalimat tanya: DOES She drink coffee?
Kalimat tanya seperti diatas disebut juga YES/NO Question. Karena jawabannya memang Yes atau No. Do You drink coffee? “Yes I do” jawabnya. Atau bisa bisa dijawab dengan lengkap: “Yes, I do drink coffee”. Dihilangkan DO nya juga boleh, menjadi kalimat positif lagi: “Yes I drink coffee”.
Ya, memang benar kalau Present Tense ini lebih rumit dibandingkan dengan Present Continuous Tense karena tiba-tiba kok pake DO, eh untuk orang ketiga tunggal pakai DOES segala, hehe.. Kalau dalam Present Continuous Tense nanti tinggal dibalik doang.
Ngapain sih belajar ginian? Ya agar bahasa inggris Anda lebih terstruktur dan punya landasan kuat untuk belajar lebih lanjut nanti. Misalnya Anda perlu menulis untuk blog Anda dalam bahasa Inggris untuk menjalankan bisnis periklanan periklanan Adsense, malu dong kalau tensesnya kacau kan? Belum tau apa itu Google Adsense? Wah wah.. hehe.. Nanti buka di sini ya: 

Nah, kalau tadi kan Kalimat Tanya Present Tense yang jawabannya Yes atau No doang. Gimana kalau pertanyaan yang jawabannya panjang atau yang jawabannya kalimat? Yah, tinggal tambahkan saja When, Where, Why, Who, What, dsb di depannya. Contohnya begini:
-When Do you drink coffee?
Contoh jawaban: I drink coffee everyday.
-What does she drink?
She drinks coffee la yau!

Perkembangan Sejarah Sistem Numerasi


Sistem numerasi adalah sekumpulan lambang dan aturan pokok untuk menuliskan bilangan. Lambang yang menyatakan suatu bilangan disebut numeral. Karena banyaknya suku bangsa di dunia sejak zaman purba,maka berkembang pula sistem numerasi yang berbeda sehingga saat ini dapat diketahui bahwa suatu bilangan dapat dinyatakan dengan bermacam-macam lambang,tetapi suatu lambang tentu hanya menunjuk pada satu bilangan. Beda antara bilangan dan lambang bilangan(numeral) serupa dengan beda antara seseorang dengan namanya , beda antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda itu, atau beda antara binatang dengan nama binatang yang ditunjuk.
            Sesuai dengan urutan waktu terjadinya ,beberapa sistem numerasi yang dikenal adalah sistem mesir kuno kurang lebih (3000 SM) , sistem Babilonia kurang lebih (2000 SM), sistem Yunani Kuno kurang lebih (600 SM), Maya (300 SM) , sistem Jepang-Cina kurang lebih (200 SM) sistem Romawi kurang lebih (100 SM) sistem Hindu –Arab (300 SM-750 SM). Ragam dari lambang-lambang bilangan yang digunakan adalah sebagai berikut
Sistem Numerasi Romawi (100 S.M)
Desimal
Romawi
Desimal
Romawi
1
1
100
C
5
V
500
D
10
X
1000
M
50
L






Sasaran Belajar.
            Setelah mempelajari bab ini ,mahasiswa diharapkan menguasai pengertian sistem numerasi dan algoritma dalam operasi matematika.
            Sasaran belajar bab ini adalah agar mahasiswa mampu :
1)      memahami beberapa sistem numerasi.
2)      memahami sistem numerasi dengan menggunakan nilai tempat.
3)      memahami beberapa algoritma operasi aritmatika dan sifat-sifatnya.
Latar belakang
            Sejak zaman dahulu kala,manusia berkepentingan dengan bilangan untuk menghitung banyak ternaknya,mengukur luas sawahnya,untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Kebutuhan terhadap bilangan tersebut mula-mula sederhana,tetapi makin lama makin meningkat ,sehingga manusia perlu meningkatkan dan mengembangkan sistem numerasi. Sistem numerasi pun terus berkembang selama berabad-abad ,dari masa ke masa hingga saat ini.
Dengan mempelajari sejarah perkembangan sistem numerasi ,notasi pangkat dan algoritma dalam operasi aritmatika ,kita dapat lebih menghayati ,lebih mengagumipara pendahulu kita . betapa hebat dan uletnya para penemu yang hidup pada abad-abad yang silam. Betapa indah dan menakjubkannya penemuan-penemuan di bidang matematika tersebut ,sehingga kita bisa lebih mencintai dan lebih menyukai matematika yang oleh sebagian besar murid dianggap sebagai hal yang ditakuti.
A.    Beberapa sistem numerasi
Sebelum membicarakan sistem numerasi,sebaiknya kita mengenal apakah yang dimaksud dengan bilangan dan lambang bilangan? Perbandingan antara bilangan dan lambang bilangan adalah antara objek dan objek nama tersebut. Nomor halaman yang anda lihat pada halaman ini bukanlah suatu bilangan melainkan lambang bilangan.
Lambang bilangan adalah simbol yang melambangkan suatu bilangan simbol yang digunakan untuk menyatakan / menggambarkan suatu bilangan dapat bermacam-macam misalnya 4;   2+2;   2.2; 3+1; dan sebagainya. Semua simbol tersebut menyatakan sebuah bilangan yang sama .
Untuk membuat lambang bilangan digunakan simbol yang disebut bagian ini akan membicarakan beberapa macam angka yang digunakan untuk menyatakan bilangan dalam sistem numerasi.
Secara umum , sistem numerasi yang pertama-tema digunakan, merupakan sistem penjumlahan,sistem perkalian,dan sistem nilai tempat. Penjumlahan yang mula-mula digunakan dinyatakan dalam sekumpulan simbol-simbol. Sebuah bilangan yang dinyatakan dengan kumpulan simbol merupakan jumlah dari bilangan-bilangan yang dinyatakan oleh masing-masing simbol .
Misalnya:
a)      adalah simbol-simbol dalam sistem mesir , artinya 111(=100+1
b)       adalah simbol-simbol dalam sistem romawi yang artinya 11(=10
berikut ini akan dikenalkan beberapa sistem numerasi yang pernah digunakan dan dikembangkan oleh para pendahulu kita.
1.      Sistem Turus
Salah satu sistem numerasi yang pertama-tama digunakan adalah sistem turus,sistem ini menggunakan simbol tongkat untuk menyatakan suatu bilangan.
Misalnya llllll ,menunjukkan bilangan 6 ternak . hingga saat ini pun kita masih menggunakan sistem turus ini . misalnya untuk mencatat skor suatu pertandingan olahraga.sebagai ilustrasi : 5 lllll. Merupakan simbol-simbol yang menunjukkan bilangan yang sama.
2.      Sistem Mesir Kuno
sistem numerasi ini merupakan salah satu pelopor dari sistem penjumlahan yang tercatat dalam sejarah yaitu kurang lebih 3000 S.M. ( Glenn John and Litter, Graham dalam A dictionary of mathematics,1984,p.58) tulisan pada jaman mesir ((kurang lebih 650 S.M)ditulis pada papyrus (dari kata papu,yaitu semacam tanaman) atau pada perkamen (kulit kambing)
            sistem numerasi ini menggunakan simbol berupa gambar-gambar
simbol simbol sistem mesir
1           = tongkat
10         = tulang tumit
100       = gulungan tali
1000     = bunga teratai/lotus
10000   = telunjuk
100000 = ikan burbot
1000000= orang terheran-heran
            Simbol-simbol dalam sistem mesir dapat diletakkan dengan urutan sembarang. Sehingga untuk menyatakan suatu bilangan yang sama dapat ditulis dengan beberapa cara. Dengan perkataan lain, sistem mesir tidak mengenal nilai tempat (sedang dalam sistem yang kita gunakan. 43 nilainya berbeda dengan 34).
Dengan sistem mesir ini juga dapat dilakukan penjumlahan.
Catatan: sebenarnya apakah yang dilakukan dalam operasi penjumlahan dengan menggunakan sistem mesir di atas? Tak lain ,hanyalah melakukan pengelompokkan ulang.
10 tongkat = menjadi 1 tulang tumit
10 tulang tumit = menjadi 1 gulungan
10 gulungan =menjadi tanda 1 bunga teratai
Demikian seterusnya
3.      Sistem Babilonia
Sistem numerasi babilonia ini digunakan kira-kira 3000 S.M (Glenn John and Litter, Graham dalam A dictionary of mathematics , 1984)
Pada masa itu orang menulis angka-angka dengan sepotong kayu pada tablet yang terbuat dari tanah liat ( clay tablets)
Simbol baji digunakan untuk menyatakan 1 dan simbol “<” untuk 10 , kedua simbol tersebut digunakan untuk menyatakan bilangan – bilangan 1-59, yaitu dengan cara menuliskan kedua simbol itu secara berulang-ulang.
Selanjutnya untuk menyatakan 60 dan 1 ditulis dengan simbol yang sama , yaitu * * , beda antara dengan 60 dan 1 ditunjukkan dengan adanya jarakyang agak jauh diantarasimbol-simbol itu.
a)      berarti 1.60+1=71
b)      berarti 2.60+2=122
c)      berarti 11.60+21=681
ciri-ciri dari sistem babilonia :
a.       menggunakan bilangan dasar (basis)60
b.      menggunakan nilai tempat (setiap posisi dipisahkan oleh sebuah jarak)
c.       simbol-simbol yang digunakan adalah
d.      tidak mengenal simbol nol

4.      Sistem Maya
Sistem ini menggunakan basis 20, tetapi bilangan kelompok kedua adalah (18) (20) sebagai ganti dari (20)2, bilangan kelompok ketiga adalah (18) (20)2 sebagai ganti dari (20)3 dan seterusnya (18) (20)n.
Bilangan-bilangan di bawah basis (20) ditulis secara amat sederhana dengan titik (krikil) untuk satu dan tangkai (‘’__”) untuk lima.
Simbol-simbol Maya
0
__
0
1
5


Ciri-ciri sistem numerasi Maya:
a)      Menggunakan basis 20
b)      Mengenal simbol 0 yaitu (ѳ)
c)      Ditulis secara tegak atau vertikal.

5.      Sistem romawi  ( kurang lebih 500 SM – 1600)
Sistem numerasi romawi ini menggunakan basis 10 . pada dasarnya , sistem romawi ini merupakan sistem penjumlahan dan sistem perkalian. Jika simbol-simbol sebuah angka mempunyai nilai yang menurun dari kiri ke kanan,maka nilai angka tersebut dijumlahkan . sebaliknya jika sebuah angka mempunyai nilai yang naik dari kiri ke kanan,maka nilai angka tersebut dikurangkan.dalam hal pengurangan.
            Sebuah angka tidak pernah ditulis lebih dari 2 simbol,misalnya IV,IX,XI,CD,CM.
Contoh ;
CX = 100+10=110 (dari kiri ke kanan nilainya menurun,jadi dijumlahkan)
XC=100-10  =90 (dari kiri ke kanan nilainya naik,jadi dikurangkan)

6.      Sistem Arab Hindu (Mulai dipakai kurang lebih tahun 1000)
Ciri-ciri sistem Arab Hindu:
a.       Menggunakan basis 10
b.      Menggunakan nilai tempat
c.       Menggunakan angka : 1 2 3 4 ..... 9
d.      Mengenal simbol 0
Karena sistem ini menggunakan basis 10 maka disebut juga sebagai sistem desimal. Sistem desimal ini menggunakan ide nilai tempat, misalnya 492:
4 menunjukkan 4 buah himpunan seratusan (400)
9 menunjukkan 9 buah himpunan sepuluhan (90)
2 menunjukkan 2 buah himpunan satuan (2)



[1]  Mukhtar A Karim, dkk. Pendidikan Matematika 1.